“oh
hantu, andaikan kau mau datang, tak apa, duduklah di sini, mungkin aku tak kan
lari lagi. Aku sudah tak bisa lari. Mungkin saat kau datang dalam rupamu yang
mengerikan, aku mungkin tak bisa berbuat apa-apa. Izinkan aku pingsan saja”.
***
Suatu hari, Ustadz X menyuruh anak buahnya si Y untuk
membantu pengerjaan perbaikan beberapa kekeliruan harkah di beberapa halaman
al-Qur’an yang sudah cetak dan siap diedarkan. Y rupanya tidak bisa. Dia harus
pulang kampung. Ustadz X meminta dia mencarikan pengganti. Maka Y menghubungi
anak buahnya. Sebutlah A, B, C, dan D. Ada empat orang yang diutus ke Ciledug untuk
membantu kerjaan Ustadz X. Sesuai instruksi, A, B, C dan D akan tinggal selama satu
minggu di Ciledug. Ada kurang lebih 10 ribu eksamplar al-Qur’an yang akan
diperbaiki kesalaha harakahnya. (Tentu saja, sudah ada panduan dan petunjuk
halaman berapa saja yang harus diperbaiki. Dan yang mengoreksi adalah seorang
yang sudah ahli. Keempat orang ini (A, B, C, dan D) hanyalah mengikuti petunjuk
yang sudah ada. Untuk satu eks, dibayar 250 rupiah. Tentu saja si A,B,C, dan D
mau-mau saja. Mereka masih mahasiswa dan senang sekali mendapatkan pekerjaan). Mengingat ini pekerjaan dikejar deadline, maka mau tidak
mau, harus dikerjakan dengan cepat. Mereka (A, B, C, dan D) harus bekerja dari
pagi (sekitar jam 9 pagi) hingga dini hari (sekitar jam 3 dini hari). Lokasi
mereka bekerja adalah sebuah gudang besar. Di dalamnya dipenuhi dengan tumpukan
al-Qur’an dan beberapa buku bacaan lainnya. Tiap hari, di gudang ini ramai
dengan pekerja-pekerja yang lain. Tapi sesuai jam kerja, mereka akan pulang pada
jam lima sore. Sehabis itu, maka tinggalah mereka berempat. Malam pertama dan kedua berlalu. Gudang yang luas itu
memang tampak menyeramkan. Ada satu pojok yang begitu gelap, dan entah kenapa tak
ada alat penerang sama sekali. Salah satu di antara keempat orang itu, yakni si
D, pada malam hari ketiga, izin pulang. Dia merasa tidak nyaman di tempat itu.
Dia merasa takut. Meskipun si A, B, dan C merasakan rasa takut, tapi mereka
meremehkan si D yang terlalu penakut. Tak apalah. Si D akhirnya pulang. Pada suatu siang, satpam bernama Z bercerita macam-macam
kepada A, B, dan C. Dia menceritakan bahwa di gudang yang besar tempat mereka
bertiga bekerja, di pojokan yang gelap, konon ada seorang perempuan yang
menggantung diri. Satpam itu tak menceritakan detail peristiwa kematian
perempuan itu. Cerita itu terngiang-ngiang di kepala tiga orang itu. Maka
setiap malam, saat sepi, mereka dihantui pikiran dan rasa takut. Tapi demi
dikejar deadline, dan tentu saja demi uang, mereka tetap bekerja. Ini
benar-benar seperti kerja rodi. Untuk menjaga stamina, mereka tiap malam minum kuku bima
atau extra jos. Mereka percaya betul kuku bima atau extra jos bisa membuat
tubuhnya menjadi prima. Entahlah benar atau tidak. Tapi iklan itu – ditambah
dengan minimnya pengetahuan mereka tentang Kesehatan – dipercayai begitu saja.
Bagi mereka, tiap-tiap tegukan kuku bima atau extra jos bisa membuat matanya
kuat untuk melek sampai subuh. Strong. Salah satu di antara mereka, si A, suatu kali penasaran
dengan tempat gelap di pojokan itu. Dia – meski juga dihantui rasa takut dengan
cerita satpam itu – penasaran dengan hantu perempuan yang gantung diri.
Akhirnya, si A – setelah tak mempan dilarang oleh kedua kawannya (B dan C) –
beranjak ke arah posisi yang gelap, yang diceritakan sebagai letak persis
tempat perempuan mati gantung diri. Posisi pojokan gelap itu tidak terlalu
jauh. Tapi karena arah ke sana harus meliuk-liuk di antara tumpukan buku, maka
si A – setelah beberapa langkah – sudah terpisah dan tak kelihatan dari kedua
kawannya. Si A sampai di pojokan. Dia tak bertemu dengan apa-apa. Sekarang
ia hanya diliputi oleh kegelapan. Ia tak melihat bayangannya sendiri.
Benar-benar gelap. Dan selintas kemudian, dia merasakan ketakutan. Seluruh bulu
(bulu kuduk) di badannya seakan satu demi satu berdiri. Ia merasakan itu. Dia
ingin berjalan. Tapi ia seakan berat untuk melangkah lagi. Dia akhirnya terpaku
di tempat itu. Kini dalam keadaan terdiam diliputi kegelapan, si A hanya
bisa berdo’a agar baik-baik saja. Sekarang seluruh keberaniannya seakan
menghilang entah kemana. Yang tersisa dalam dirinya hanya do’a dan bahwa semoga
Tuhan hadir dan menolongnya terbebas dari situasi ini. Matanya masih berusaha
mengintip sekeliling dengan ketakutan. Dia mencoba untuk melangkah. Tapi kini
kepalanya seakan membesar. Kepalanya seakan makin berat. Dia seolah mulai
goyah. Dia hendak terjatuh. Akhirnya, dengan hati-hati dia mulai duduk. Kini ia mulai menyerah. Di titik ini, dia mengatakan
dalam hatinya: “oh hantu, andaikan kau mau datang, tak apa, duduklah di sini,
mungkin aku tak kan lari lagi. Aku sudah tak bisa lari. Mungkin saat kau datang
dalam rupamu yang mengerikan, aku mungkin tak bisa berbuat apa-apa. Izinkan aku
pingsan saja”. Hantu yang dibayangkannya tak datang. Setidaknya tak
menampilkan diri. Tapi ketakutan telah menyelimutinya. Kegelapan telah menjelma
sebagai tempat segala misteri berkelebatan. Dia kini hanya seperti manusia
patung. Di tempat lain, kedua kawannya barangkali gelisah. Mereka
Nampak bingung dan bertanya-tanya kenapa si A tak juga kembali. Sudah hampir 15
menit. Akhirnya si A mendapati kedua sosok orang muncul dari satu titik seperti
siluet. Mereka adalah B dan C. Si A tetap tak berdiri. Dia hanya menatap kedua
temannya. Dan kedua temannya tak segera menolong si A. Mereka (si B dan C)
saling lirik sebentar. Akhirnya, si A ditarik untuk berdiri. Si A dibantu
berjalan oleh kedua kawannya. Setelah agak lama, B dan C menginterogasi si A. Kau kenapa
tadi? Si A menggeleng. Tidak apa-apa. Kenapa kau lama? Si A menggeleng. Nggak
tau. Kau takut? Si A mengangguk. Iya. Perempuan yang mati menggantung diri di
sana datang kepadamu? Si A menggeleng. Tidak. Kau takut pada apa? Aku ngga tau.
Si A hanya berbicara seperti itu. Akhirnya mereka bertiga tak lagi berbicara
tentang hantu. Mereka kerja lagi saja.