Kata ini kerap terdengar saat saya masih di pesantren.
Meski saat itu, guru tugas belum lumrah di pesantrenku, tapi dari beberapa
pesantren lain, kita sudah terbiasa dengan model guru tugas seperti ini.
Biasanya, guru tugas ini seringkali didatangkan dari
pesantren-pesantren yang lebih besar. Meski tak selalu seperti ini. Tapi ini
hanya membuktikan betapa pesantren-pesantren yang lebih besar itu berarti lebih
maju dari segi keilmuan maupun organisasi pesantrennya.
Guru-guru tugas ini memang membawa angin segar terhadap
pesantren-pesantren tempat ia bertugas. Ia membawa semacam terobosan-terobosan
yang belum dikenal atau belum lumrah di pesantren tempat ia bertugas. Ia
menunjukkan berbagai kreatifitas yang membuat gairah dan semangat belajar para
santri bersemangat.
Saya masih ingat betul bagaimana misalnya dulu seorang
guru tugas dari al-Amien yang membawa semangat pengajaran bahasa Inggris dan
bahasa Arab yang baru dan unik (unik dan baru setidaknya menurut ukuran di pesantren saya belajar). Dia menyampaikan berbagai cara dan pendekatan di dalam
belajar bahasa.
Ia punya banyak referensi nyanyian untuk membuat kita
hanyut dalam lirik-lirik lagu itu, dan kita diajak untuk juga bisa bernyanyi
(melantunkan kata-kata dalam bahasa Inggris itu dalam irama). Hasilnya, kita
bukan hanya belajar ‘ngomong’ atau ‘menulis’ bahasa Inggris atau bahasa Arab.
Tapi kita dengan bangga bernyanyi (dan bernyanyi) dengan bahasa itu.
Alhasil, belajar bahasa tidak jadi membosankan. Kita
tertarik belajar dan bernyanyi. Dalam waktu yang singkat, saya anggap waktu itu,
pendekatan itu cukup berhasil. Setidaknya, semangat belajarku saat itu menjadi
semakin terpantik. Bersemangat.
Ini bukan satu-satunya. Guru-guru tugas dari pesantren yang
lain – yang terus berdatangan silih berganti itu – tak kalah membawa
nuansa-nuansa baru. Meski tak benar-benar baru, tapi setidaknya cara mereka
(guru tugas) membuat pendekatan dan pengajaran yang asik dirasakan sebagai hal
yang baru. Ada semacam kesan diterobosnya kebosanan melalui pendekatan itu.
Entah saat ini, apakah guru tugas masih menjadi bagian
dari khazanah untuk saling-silang berbagi ilmu pengetahuan antar satu pesantren
dengan pesantren lain? Saya berharap tradisi semacam ini tetap dipertahankan.
Pertama, guru-guru tugas sangat membantu untuk kemajuan
pesantren. Meskipun saya belum mendapati sebuah riset sistematis yang
menjelaskan dampak besar dari peran guru tugas terhadap kemajuan pesantren,
tapi setidaknya dari perspektif diri yang pernah merasakan dan mengalami efek
positif dari kehadiran guru tugas, saya melihat peran-peran penting dari guru
tugas.
Ada pesantren-pesantren yang semula biasa-biasa saja (misalnya,
saya lihat dari perkembangan kegiatan ekstrakurikuler seperti pramuka, dan
lain-lain) lalu perlahan menjadi semakin luar biasa. Ternyata saat diselidiki, pesantren
itu kedatangan guru tugas dari satu pesantren yang lebih maju. Sang guru tugas
itu telah membagikan pengetahuan pramuka di pesantren tempat ia belajar ke
pesantren tempat ia bertugas.
Kedua, kehadiran guru tugas juga membawa efek positif yang
lain antar pesantren pengirim dengan pesantren yang dituju. Keuntungan dari
relasi yang semakin baik ini memungkinkan pesantren yang lebih kecil ini untuk
banyak belajar kepada pesantren yang lebih maju. Jaringan ini bisa terus diikat
dalam waktu yang lama dan bahkan selamanya.
Dengan jaringan yang seperti ini, bahkan memudahkan untuk
adanya studi-studi komparatif, di mana pesantren yang lebih kecil akhirnya banyak
mengadopsi pendekatan dan pola pembelajaran dari pesantren yang lebih besar. Guru
tugas akhirnya menjadi jembatan bagi kedua lembaga pendidikan tertua ini untuk
saling mendorong kemajuan.
Ketiga, tradisi penugasan guru tugas semacam ini akan bisa
mendorong pola pendidikan pesantren untuk terus berbenah dan mengikuti
perkembangan. Para guru tugas dari pesantren yang lebih maju dapat mendobrak
suasana ketertinggalan itu. Nuansa-nuansa baru dari apa yang dia pelajari dari
pesantrennya dapat dibagikan dengan baik kepada pesantren ia bertugas.
Tapi tradisi penugasan guru tugas harus terus
memperhatikan kualitas sang guru tugas. Hal ini agar tujuan awal dari guru
tugas dapat melahirkan dampak yang baik. Sebab itu, proses seleksi harus
betul-betul diperketat. Jangan sampai ada guru tugas didatangkan tapi tidak
memiliki kemampuan sesuatu apapun yang dibutuhkan pesantren yang dituju. Bila
hal ini terjadi, pesantren pengirim tentu saja malu. Dan pesantren yang dikirim
penugasan, tak dapat merasakan dampak positifnya.
Meskipun dalam cerita-cerita yang berkembang, banyak kasus di mana guru
tugas yang semula tak mengerti apa-apa, tapi di tempat pengabdiannya, dia
menjadi ‘pintar’ dan ‘berani’ mengajar, tidak kaku, dan seperti ada hal-hal
luar biasa yang hadir, sesuatu yang mungkin dinilai datang dari ‘barokah’. Tapi
ini anggaplah sebagai sesuatu yang di luar kendali kita, anggaplah sebagai
bonus. Tapi tetap yang harus diperhatikan adalah kualitas SDM.
Alhasil, dari semua hal ini, kita berharap tradisi ini
tetap berlanjut. Tradisi penugasan para guru tugas adalah bagian dari semangat berbagi
ilmu pengetahuan (sharing knowledge and science). Selamat hari guru. 25 Nopember
2020.