Kebangkitan Ekonomi Islam di Indonesia

Table of Contents

Ditulis oleh : Ubaidillah Khan, S. Ag

Dalam beberapa sejarah, SDI tampil membawa gagasan tentang perekonomian ala Islam yang cocok dengan kultur Indonesia. SDI menawarkan konsep koperasi. Dengan koperasi, masyarakat khususnya petani dan pedagang serta pemodal bisa bagi hasil.

Indonesia yang semula belum mengenal islam sebelum abad 14, praktis hanya mengenal agama Hindu, Budha dan agama lokal semata. Pasca penaklukkan Konstantinopel oleh Turki Usmani (M.C. Ricklefs 2008), Islam mulai masuk ke Indonesia lewat jalur darat serta laut dengan menggunakan sistem perdagangan. 

Sedari awal para misionaris muslim masuk ke Indonesia menggunakan perdagangan serta mengenalkan budaya timur tengahnya di bawah kendali Sultan Mahmud.

Dennys Lombard membenarkan hal itu dalam bukunya Nusa Jawa - Silang Budaya. Lombard menekankan bahwa tidak hanya muballigh saja yang berperan dalam penyebaran Islam, melainkan pedagang Gujarat Islam turut berperan penting di dalamnya.

Sejarah tentang penyebaran Islam di tanah Sumatra menjadi bukti hal itu. Lombard melanjutkan bahwasanya sebelum abad 14 Indonesia khususnya di Sumatra telah menjalin hubungan baik dengan para pedagang Gujarat Islam ini. Para pedagang tersebut yang telah mengenalkan Indonesia tentang peradaban Timur Tengah, begitupun sebaliknya. Bukti yang kongkrit adalah pada sebelum abad 14 dan saat dinasti kekhalifahan, bangsa Arab telah banyak mengenal kekayaan alam yang ada di Indonesia seperti rempah-rempah, kapur barus, dan karya seni yang ada di Indonesia dulunya.

Indonesia yang kaya akan hasil buminya telah dikenal oleh dunia sejak zaman dahulu. Banyak negara dan bangsa luar ketika mengetahui hal tersebut seolah ingin menguasainya. Namun dengan keberanian para raja yang dulunya menduduki berbagai daerah di Indonesia dapat mempertahankan tanah moyang mereka. Berbagai titik sentral yang berpusat pada daerah pesisir pantai menjadi benteng terdepan guna menahan para penjajah.

Di lain pihak, bangsa Islam yang mengetahui akan hal itu mencoba dengan cara yang berbeda yakni dengan perdagangan. Hingga pada akhirnya, para pedagang tersebut memegang kendali titik-titik sentral yang menjadi benteng terdepan dengan melakukan perjanjian-perjanjian bersama raja-raja di berbagai daerah.

Seiring waktu, Indonesia kedatangan pelaut Portugis di awal abad 16 yang menawarkan konsep perdagangan ala Eropa. Bertepatan pada 1598 parlemen Belanda mengajukan sebuah usulan demi menggabungkan konsep dan kepentingan yang berbeda, hingga pada tahun 1602 terbentuklah perserikatan maskapai Hindia-Timur atau biasa disebut VOC (Vereening-de Oost-Indische Compagnie). VOC yang membawa konsep perdagangan ala Eropa-nya berusaha masuk ke Indonesia. Terlepas tendensi atau tujuan mereka, alhasil selama kurun waktu 3,5 abad VOC mampu bertahan di Indonesia.

Setelah kemunculan VOC, pada awal abad ke-18 muncul lagi para pedagang berdarah Tionghoa. Mereka juga membawa konsep perdagangan ala mereka. Namun berbeda dengan para pedagang Gujarat yang semakin lama semakin tenggelam dalam konsep perdagangan yang dibawa oleh VOC dan Tionghoa, akhirnya para pedagang Gujarat pun sedikit demi sedikit menghilang.

Selang beberapa abad, para tokoh pemuda Islam pada awal abad 19 muncul dengan alasan dominasi dari VOC dan Tionghoa yang membawa konsep perdagangan mereka seolah ingin memonopoli Indonesia. Segala hasil kekayaan Indonesia dikeruk habis oleh para kompeni dan cukong yang berhasil menguasai perekonomian Indonesia. Dimotori oleh H.O.S. Cokroaminoto dan Samanhudi, para pemuda Indonesia yang beridentitas muslim mendirikan sebuah perkumpulan yang disebut dengan SDI (Syarekat Dagang Islamiyah).

Dalam beberapa sejarah, SDI tampil membawa gagasan tentang perekonomian ala Islam yang cocok dengan kultur Indonesia. SDI menawarkan konsep koperasi. Dengan koperasi, masyarakat khususnya petani dan pedagang serta pemodal bisa bagi hasil. Berbeda dengan sistem VOC dan Tionghoa. VOC dan Tionghoa seolah memborong semua hasil pertanian dengan harga murah melalui para residen atau gubernur-gubernur yang telah disogok.

Namun setelah SDI mulai tenar, para petinggi VOC dan pedagang Tionghoa menyelinap untuk menghancurkan SDI. Mereka ingin menghancurkan SDI karena jika dibiarkan SDI akan menciptakan suasana yang tidak nyaman bagi perkembangan perekonomian mereka (M.C. Ricklefs). Hingga pada akhirnya SDI pun mulai mengalami disorientasi. Dari yang asalnya SDI berkutat pada wilayah perekonomian dan perdagangan beralih ke wilayah politik. SDI yang sudah termakan hasutan mata-mata tersebut di perjalanannya sering berganti-ganti nama menjadi SI (Sarekat Islam) lalu SDI lagi hingga kembali menjadi SI. 

Sarekat ini terpecah menjadi dua kubu, kubu merah dan putih. SI merah dikepalai oleh para kaum yang mengatasnamakan dirinya sebagai sosialis yang nantinya berevolusi menjadi SR (Sarekat Rakyat) dan benih masuknya PKI (Partai Komunis Indonesia). Sedangkan SI putih yang masih berusaha memegang prinsip awalnya, berjalan dengan terseok-seok. SI putih pun nantinya juga di lain sisi berevolusi menjadi PERSIS (Persatuan Islam), SII (sarekat Islam Indonesia) dan akan menyuarakan gagasan tentang negara Islam.

Dengan kata lain, kita kenal Islam melalui sistem perekonomian dan perdagangan lalu dengan sejarah banyak membuktikan akan hal tersebut. Oleh karena itu, islam khususnya muslim harus mengerti dan paham betul akan perekonomian yang ditawarkan oleh misionaris islam pada waktu itu.

Rontal
Rontal Rontal.id adalah media online yang memuat konten seputar politik, sosial, sastra, budaya dan pendidikan.

Post a Comment