Lika-Liku Menuju Cinta dan Bahagia

 Penulis: A.T.H.Z.


Kami dipertemukan dalam jodoh lewat nyanyian puja-puji kepada nabi.

30 Desember 2018 lalu. Dalam buku catatan harian, kusebut itu sebagai momen yang membawa pada keindahan. Saat itu, acara festival dan sholawat Bersama. Penyelenggaranya Pemda Tangerang Selatan. Di Masjid al-Azhom. Apa yang indah? Tak lain. Dimulainya benih cinta.

Aku bukan Adam, dia bukan Hawa. Aku bukan Rama, dia bukan Sinta. Aku bukan Romeo, dia bukan Juliet. Tapi dalam cinta, tak perlu nama-nama besar untuk bisa saling suka dan bahagia. Kisah-kisah tentang cinta dan lika-liku kebahagiaan memang tak hanya milik segelintir nama. Aku dan dia, misalnya, bukan siapa-siapa. Tapi cinta menyatukan kita.

*

Tapi benih cinta itu tak dimulai secepat itu. Jalinan itu dimulai dari sini. Aku yang duduk sebagai bagian dari penonton menyaksikan dan terbawa alunan sholawat yang dilantukan oleh salah satu kontestan di festival itu. Suaranya memang merdu. Bila dibumbuhi rasa cinta, bukan hanya merdu, tapi menyayat-nyayat dalam kalbu.

Sejenak aku terjatuh dalam andai-andai. Aku ingin mengenalnya lebih jauh. Aku ingin jadikan ia bagian dari hidupku. Kekaguman ini yang membawaku pada andai-andai secepat itu. Saat itu, aku juga tergerak untuk berpindah tempat. Aku maju ke posisi lebih depan. Di sana, dari suatu jarak, aku jadi tahu bahwa perempuan yang melantunkan sholawat itu tak lain adalah kawan KKN Angkatan 91-ku.

Begitu aku melihatnya, mungkin ia juga dapat melihatku. Aku tersenyum sendiri. Dalam bayang-bayang senyum bahagia pada diriku, musik mengalun seakan sebuah perpaduan mayor-minor yang melahirkan nada-nada romantis nan indah. Aku tertegun. Ini bukan mimpi, tapi aku terjebak dalam suasana itu. Aku ingin menyapanya meski sekedar menanyakan kabar atau basa-basi lain yang bisa membuka pintu bagi perjumpaan yang lebih dekat.

*

Sholawat yang ia lantunkan seolah membuka ruang hatiku untuk merasakan gembira setelah bertahun-tahun aku berada dalam kesepian. Akhirnya aku memberanikan diri memanggilnya. Apa kabar, ucapku. Ia membalasku. Lalu kita tenggelam dalam nostalgia saat-saat KKN. Dalam ruang nostalgia, kami banyak tertawa, menemukan celah untuk bahagia, dan membayangkan hal-hal yang sudah berlalu.

Dari pertemuan di festival itu, kami menjadi semakin akrab. Komunikasi menjadi lebih intens. Waktu terus berlalu. Keakraban kami semakin menemukan banyak pintu. Percakapan kami menemukan jalan -yang entah bagaimana - tiba pada kedalaman hati masing-masing. Aku tak canggung lagi untuk sekedar bertanya tentang pekerjaan, dan yang sangat privasi, soal kepada siapa ia menjatuhkan cinta.

Rasa saling percaya di antara kita terus bertumbuh. Aku menjadi seseorang yang selalu dihubunginya. Setiap kali ia pergi ke acara marawis, diundang ‘ngaji’ di acara nikahan, atau momen-momen acara lain, aku selalu menjadi sosok yang dibutuhkannya. Mungkin bagi orang yang tak jatuh cinta, aku tak ubahnya tukang ‘ojek’ yang mendedikasikan dirinya demi mengantarkan dan menjaga keselamatan jiwa raga penumpangnya. Tapi begitulah cinta. Yang tampak keindahannya.

*

Dia kala itu adalah seorang guru tajwid di SDIT Tirtabuaran Tangerang Selatan. Aku – hahahahaha – manusia dengan hidup yang tak punya arah. Terombang-ambing, mungkin itulah yang cara yang tepat untuk melukiskan hidupku. Tapi kita – dengan segala perjalanan hidup yang dimiliki – terikat dalam silang-saling cerita. Kita saling bercerita banyak hal tentang masing-masing. Cara itu hanya semakin membuat kami saling dekat. Kami bertukar cerita dan pikiran tentang pekerjaan, romantisme, dan bahkan soal tujuan hidup di dunia dan akhirat.

Motivasi-motivasi yang dia sampaikan kepadaku layaknya obat, penyejuk, dan pemberi arah pada jalan yang benar. Dari titik itu, aku mulai memahami dan berusaha sedikit demi sedikit untuk bangkit. Aku mulai menghadapi hidup dengan cara yang optimis. Tak pasrah pada keadaan. Tiap kali aku jatuh dalam meniti jalanku, dia menjadi sosok yang dalam pikiranku serupa pahlawan. Ia selalu membangkitkan semangat juangku.

Singkat cerita, 22 Juli 2020, pada hari ulang tahunku, aku memberanikan diri melamarnya. Saat itu, aku sudah mantap. Aku merasa dia benar-benar sosok yang menemaniku dari mulai aku yang terombang-ambing menuju pada diri yang mulai semangat ini. 

24 Desember 2020, semoga tak ada rintangan apa pun, kami akan melangsung akad pernikahan.

 

Rontal

Rontal.id adalah media online yang memuat konten seputar politik, sosial, sastra, budaya dan pendidikan.

Post a Comment

Previous Post Next Post

Contact Form