Penulis: Fredy Rahalus, Penggiat Filsafat Hukum, Putra Haar Rumtiar (Harum), Maluku Tenggara
Tidak ada data yang jelas di dalam naskah akademik RUU Larangan Minuman Beralkohol bahwa berapa jumlah kasus kekerasan yang timbul diakibatkan karena minuman beralkohol.
Dewan Perwakilan Rakyat kembali menggulirkan Rancangan Undang-Undang (RUU). Ada 37 RUU yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas 2021. Salah satunya adalah RUU tentang Larangan Minuman Beralkohol.
RUU ini sebelumnya sudah dibahas di DPR periode 2014-2019. Namun akhirnya tidak sampai dalam tahap pembahasan bersama dengan pemerintah. Ada 3 fraksi, yakni: PKS, Gerindra, dan PPP yang mengusulkan agar RUU ini dibahas kembali bersama pemerintah untuk pengesahan.
Urgensi RUU Minol adalah agar melindungi
masyarakat dari dampak negatif yang ditimbulkan oleh minuman beralkohol dan
menciptakan ketertibatan, ketenteraman di masyarakat dari gangguan yang
ditimbulkan oleh peminum minuman beralkohol.
Timbul pro dan kontra di kalangan masyarakat. Bagi
kelompok yang mendukung RUU Minol, mereka melihat dampak buruk dari minuman
beralkohol bagi kehidupan sosial. Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT),
perkelahian, dan kecanduan alkohol, menjadikan alasan mendukung RUU ini. Bagi
kelompok yang kontra, ada dua argumen yakni dengan dalil bahwa dampak ekonomi
dan pelestarian nilai budaya.
Sopi atau zoopje bahasa belanda yang artinya minuman alkohol cair ini sebagai minuman tradisional beralkohol sudah diproduksi secara turun-temurun oleh masyarakat di Maluku lewat proses fermentasi secara tradisional dengan bahan dasar sageru. Sopi adalah warisan leluhur. Dalam kultur budaya di Maluku, sopi memiliki nilai kultural yang tinggi sehingga dijadikan sebagai atribut pelengkap yakni upacara prosesi adat dan penyelesaian masalah keluarga maupun masalah antar-kampung. Sopi sebagai alat rekonsilisasi pasca konflik.
Oleh karena itu, sopi sangat
berperan penting dalam kehidupan bersama masyarakat Maluku. Nilai percakapan
dan kebersamaan dari minum sopi ketika upacara adat juga membentuk solidaritas
sosial. Jika sopi dilarang maka sudah tentu nilai kearifan lokal dari sopi
tersebut akan hilang secara berlahan.
Di sektor ekonomi, sebagian masyarakat ekonomi informal di Maluku, menggantungkan hidupnya pada mata pencarian mereka sebagai pembuat sopi. Hasil olahan sopi yang dijual perhari 20 liter dengan harga perbotol 25rb bisa mendapatkan keuntungan perhari mencapai 500rb. Sopi sangat membantu mereka dalam memenuhi kebutuhan hidup.
Jika kita cek dengan baik hasil dari jualan
sopi mampu membiayai sekolah anak-anak maluku hingga ada yang sudah sukses
menjadi polisi, PNS, jaksa, dll. Jika sopi dilarang, maka akan berdampak buruk
bagi pertumbuhan ekonomi terlebih khususnya di sektor informal.
Provinsi Maluku sedang bergiat mengupayakan sektor pariwisata. Maluku memiliki potensi besar dengan wisata lautnya yang begitu indah. Cakupan wilayah pariwisata tersebut meliputi Kabupaten Maluku Tenggara, Buru Selatan, Seram Bagian Barat, Maluku Tengah dan wilayah lainya.
Daerah sebagai destinasi
pariwisata yang terus-menerus diminati oleh wisatawan manca negara dari waktu
ke waktu, maka perlu pemberian label terhadap minum lokal kita. Sehingga sopi
menjadi branding tersendiri yang
mampu menggugah cita rasa otentik khas maluku. Pangsa pasar produk minuman ini
ialah wisatawan manca negara baik dikonsumsi ketika berwisata dan sebagai
oleh-oleh minuman khas Maluku.
Gejala Tribalisme RUU
RUU Minol dibuat oleh dorongan pelaksanaan nilai moralitas partikular melalui undang-undang. Bahwa negara dapat mengatur melalui instrumen hukum tentang moralitas masyarakat dilihat menjadi peluang untuk formalisme aturan kelompok tertentu menjadi undang-undang. Hal ini juga pernah terjadi seperti penolakan terhadap RUU anti pornografi dan pornoaksi di tahun 2006.
Indonesia adalah negara plural yang dikenal dengan semboyan Bhinneka
Tunggal Ika. Negara Pancasila sebagai bentuk khas yang berbeda dengan negara
Teokrasi (berbasis agama) dan negara Sekuler (pemisahan agama dan negara).
Fakta bahwa negara ini memiliki keragaman pandangan tentang nilai-nilai moral
sehingga tindakan formalisme aturan agama menjadi Peraturan Perundang-Undangan
jelas merupakan kemunduran. Sebuah potret bandul kehidupan sosial politik yang
berayun dari rasa nasionalisme ke tribalisme.
Argumentasi berbasis data dan kajian komprehensif tidak
termuat dalam naskah akademik RUU ini. Tidak ada data yang jelas di dalam naskah
akademik RUU Larangan Minuman Beralkohol bahwa berapa jumlah kasus kekerasan
yang timbul diakibatkan karena minuman beralkohol. Kajian mendalam dan
partisipasi publik dalam pembahasan RUU adalah praksis demokrasi. Hal ini untuk
menguji secara kritis perlu tidaknya sebuah Rancangan Peraturan
Perundang-Undangan bagi masyarakat.
Pada ranah otonomi daerah, perlu ada peraturan daerah
yang mengatur tentang sopi. Lewat
regulasi Perda, sopi bisa dilestarikan. Kita bisa mengambil contoh dari Nusa Tenggara
Timur (NTT). Minuman lokal masyarakat NTT yang dikenal dengan Shopia sudah
beredar di pasar, satu diantaranya yakni Bandar Udara Komodo Labuan Bajo.
Satu-satunya produksi minuman lokal beralkohol di Indonesia yang memiliki izin
yang lengkap termasuk izin edar hanya ada di Nusa Tenggara Timur.
Potensi wilayah dengan kekayaan alam yang berlimpah di Maluku, baik migas di blok Masela, nikel dan potensi pariwisata harus diupayakan semaksimal mungkin bagi kesejahteraan masyarakat. Pemerintah daerah di Maluku harus membuat regulasi khusus lewat Perda agar bisa mengatur terkait dengan minuman lokal yang ada di Maluku. Menata lebih komprehensif mulai dari produksi hingga penjualan minuman. Sopi tidak berdampak buruk bagi lingkungan. Sopi justru ramah akan lingkungan berbeda dengan tambang.
Dengan dilegalkannya
Sopi, maka sangat membantu pertumbuhan ekonomi dan pariwisata di Maluku.