Oleh: Mohammad Gazali
![]() |
Gambar: Banner Acara |
Di hari pertama, SKPB itu menyuguhkan materi Filsafat dan Etika Politik di Indonesia. Uraian-uraian dari Prof. Magnis terdengar dalam, segar, dan tentu saja menarik. Alasan-alasan itulah yang mendorong saya tertarik untuk membuat catatan ini.
Sebagai mahasiswa Filsafat yang selalu ingin bertanya banyak hal, materi etika politik pun menarik banyak pertanyaan. Dalam kuliah ini, Prof. Franz Magnis Suseno menggelitik kami pada sebentang pertanyaan-pertanyaan. Tapi ia sekaligus menyediakan beberapa jawaban.
Secara spesifik, Franz Magnis mengetengahkan bahwa persoalan etika politik adalah persoalan bagaimana kita mempertanyakan perpolitikan yang benar, hukum yang benar, dan pola kekuasaan yang benar. Politik, hukum, dan kekuasaan – menjadi inti persoalan di dalam diskusinya terkait etika politik.
Kebiasaan politik pada era modern menuntut legitimasi rasional. Semua harus sesuai dengan norma-norma etika politik. Tidak ada yang paling benar, tidak ada yang tidak bisa salah, semua berkedudukan sama dalam hal memberikan hukuman pada yang berbuat salah. Tidak memandang siapa dan jabatannya apa, kalau salah tidak lantas dianggap benar dan atau dibenarkan.
Prof. Franz Magnis Suseno membagi legitimasi tersebut dalam tiga macam, yaitu legitimasi hukum, legitimasi etis, dan legitimasi sosial. Dalam penjelasannya, sebagai negara hukum, kekuasaan harus dijalankan atas dasar hukum yang berlaku. Hukum juga harus etis; adil, tidak mencederai martabat manusia atau hak-hak asasi, dan harus demokratis. Legitimasi sosial artinya hukum dan perpolitikan dibenarkan oleh masyarakat.
Pancasila Tersirat dan Tersurat
Jawaban dari apa yang dipertanyakan oleh etika politik di atas adalah Pancasila. Dalam rumusannya, etika politik bangsa Indonesia adalah Pancasila, kata Prof. Franz Magnis Suseno. Di sini ia memperlihatkan bahwa seluruh kebenaran politik, hukum dan kekuasaan berakar pada nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Fungsi Pancasila (Pancasila tersirat) terlihat dengan adanya konsensus bahwa Indonesia adalah milik dan tanggung jawab seluruh bangsa, tanpa membedakan antara mayoritas dan minoritas, etnik, suku dan agama. Tidak ada yang lebih diistimewakan. Keberadaan Pancasila sebagai konsensus tersebut terasa sampai kini. Sampai saat ini, Pancasila merupakan dasar kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia.
Pancasila tersurat menjelaskan isi Pancasila, yang menurut Prof. Franz Magnis Suseno, memuat dua hal sekaligus, yakni mengakar pada budaya dan sekaligus etika suatu Negara modern. Lima sila dalam Pancasila merupakan nilai-nilai, cita-cita, dan tolak ukur etika perpolitikan Indonesia. Dari Pancasila sebagai etika politik bangsa Indonesia inilah harusnya dibangun, yang jelas mengandung makna luhur dan suci, bukan praktek-praktek tak jujur, yang justru menciderai bangsa sendiri.
*Catatan kuliah pertemuan pertama di Sekolah Kepemimpinan Politik Bangsa (SKPB) angkatan X yang diselenggarakan oleh Akbar Tandjung Institute.
Tags
Coretan