Tuan dan Nyonya, Konser Coldplay di Indonesia Memang Seharusnya Ditolak!

Table of Contents
Ilustrasi: Ainul Yaqin


Mari kita berbicara tentang klub band Coldplay. Sebuah grup musik asal Inggris yang dibentuk pada tahun 1997 ini akhirnya sebentar lagi akan manggung di Indonesia. Ya, itu juga kalau tidak ada kelompok yang menghalau Coldplay di bandara, sih. Sebab tersiar kabar, bahwa di samping perilaku fans yang excited menyambut konser tersebut, atau fenomena strategi war tiket yang menggila, ada sebuah kelompok masyarakat yang menolak konser tersebut dengan alasan ideologis-religius. Persisnya, penolakan tersebut didasari sikap salah seorang personil Coldplay yang atheis dan pro terhadap LGBTQ.

Tentu banyak yang nyinyir dengan penolakan tersebut. Selain lebay, penolakan tersebut juga dianggap telah melupakan dua sisi antara urusan privat dari para personil dengan agenda yang dibawa oleh Coldplay sebagai sebuah grup musik. Sebab banyak di antara kita – lebih-lebih para fans, yang yakin bahwa agak musykil membayangkan Chris Martin selaku vokalis Coldplay meluapkan keyakinan pribadinya melalui orasi kebangsaan atau ceramah keagamaan di tengah-tengah konser.

Atau kalaupun toh di antara personil Coldplay dianggap memiliki potensi untuk menggiring massa guna mengikuti sikap atau isme tertentu, maka kendala ini bisa dihalau hanya dengan menyuruh panitia agar memberikan syarat tertentu bagi Coldplay jika memang ingin manggung Indonesia. Dan, masalah selesai. Tak perlu menggiring massa dengan memakai dresscode tertentu untuk datang ke bandara dan membuat riuh di sana.

Tetapi, Tuan dan Nyonya sekalian, kiranya perlu diingat bahwa fans Coldplay menurut saya melupakan beberapa poin penting dalam konteks penolakan tersebut. Namun, pertama perlu ditegaskan bahwa saya termasuk orang yang pro terhadap penolakan tersebut. Dan sebelum saya diserbu oleh para penggemar Coldplay dan SJW twitter, maka mohon Tuan dan Nyonya memperkenankan saya untuk mengurai alasan mengapa penolakan itu, bagi saya, patut dipertimbangkan.

Tidak Sesuai Syariat

Hal paling utama yang perlu diingat adalah bahwa nonton konser Coldplay tidak ada dalam perintah syariat (dalam hal ini kata ‘syariat’ tidak eksklusif pada ajaran Islam semata, tetapi pada seluruh ajaran pokok dalam setiap agama). Oh, perkara ini tentu sudah pasti. Tidak ada satu pun ajaran agama, khususnya agama-agama yang diakui di Indonesia, yang mengajarkan untuk nonton konser Coldplay. Alasannya, ya, tentu saja karena Coldplay baru dibentuk pada tahun 1997. Jadi sukar mencari keterangan tentang konser Coldplay di kitab suci agama tertentu yang notabene sudah lahir sekian abad lalu.

Tuan dan Nyonya, perlu diinsyafi bahwa masyarakat kita adalah tipikal masyarakat yang begitu taat dalam urusan menjalankan perintah agama. Tidak ada perilaku masyarakat, baik dari kelompok birokrat, artis, tokoh publik, lebih-lebih tokoh agama kita yang menyimpang dari ajaran agama yang mereka yakini.

Musykil kita melihat ada penguasa yang menindas masyarakat sipil; sukar kita menemukan ada pejabat yang korupsi; mustahil kita menemukan ada tokoh agama yang justru menodai agama itu sendiri; tak mungkin kita menemukan persekusi dan diskriminasi terhadap kelompok yang dianggap memiliki pemikiran dan sikap yang berbeda. Fenomena sejenis ini jelas gak Indonesia banget!

Jadi, sebagai masyarakat yang begitu memegang teguh perintah agama, sudah seyogyanya kita menolak konser tersebut. Jangan sampai kesucian dan keluhuran bangsa ini dikotori oleh konser-konser asing yang nantinya hanya akan menyuburkan semangat imperialisme dan budaya ke-barat-barat-an.

Lalu, jika konser Coldplay hanya akan mengotori kesucian dan keluhuran masyarakat kita yang religius ini, maka atas dasar apa lagi konser Coldplay di Indonesia mesti diadakan? Demi kenikmatan dan kesenangan semata? Bukankah jika hanya ini alasannya maka kita termasuk golongan orang-orang yang hedon?

Simbol Hedonisme

Ya, adalah barang mutlak bahwa konser Coldplay adalah simbol dari hedonisme, dan ini menjadi alasan kedua mengapa konser tersebut harus ditolak. Bagi masyarakat yang begitu setia dengan nilai-nilai asketisme seperti kita, konser Coldplay jelas menyimpang. Sebagai masyarakat yang menolak segala bentuk gemerlap duniawi, urusan terkait konser-konseran itu hanya mengundang mudharat belaka.

Mari contoh para pejabat dan tokoh agama di negeri ini. Mana pernah sih mereka menghambur uang demi sebuah kegiatan yang tidak bermanfaat? Kampanye dan pesta-pesta menjelang pemilu saja tidak ada, lho, di negeri kita. Gak ada tuh tokoh agama yang turut andil dalam pameran unjuk aurat dan bagi-bagi uang atau sembako atau kaos hanya demi meraup suara serta melanggengkan egoisme politik tertentu. Tokoh publik dan elit kita yang sudah kadung menempuh jalan sufi, begitu ogah dengan kenikmatan dan gemerlap duniawi. Sehingga tak heran jika mereka tetap hidup sederhana walaupun sudah menempati posisi yang mentereng, atau sudah mendulang popularitas tinggi di tengah-tengah masyarakat.

Lagipula, apa untungnya sih nonton konser? Mari kita bercermin pada sikap salah seorang politikus dari Malaysia yang juga menolak konser Coldplay. Dia adalah Nasruddin Hassan, salah seorang anggota Partai Islam Se-Malaysia (PAS). Menurutnya, alasan utama mengapa konser ini harus ditolak, ya, karena kegiatan ini TAK ADA UNTUNG.

Di dalam sebuah negara yang menjunjung tinggi asas kebermanfaatan, yang setiap penduduknya tidak pernah melakukan tindakan nir faedah semisal sweeping warung makan setiap bulan puasa karena dianggap mengganggu iman, atau tindakan tolol seperti merobohkan tempat ibadah agama lain hanya karena alasan perbedaan keyakinan, tentu tidak ada tempat bagi konser Coldplay karena tidak memuat nilai moral dan manfaat sama sekali.

Maka sekali lagi, mari kita tanamkan baik-baik dalam ingatan bahwa kita adalah sekumpulan masyarakat yang berpegang teguh pada nilai-nilai syariat, menolak segala bentuk hedonisme, dan tak pernah melakukan sesuatu yang tidak bermanfaat alias tidak ada untungnya. Mohon jangan kotori segala bentuk kebiasaan yang adi luhung ini dengan mengizinkan Coldplay unjuk gigi di Indonesia.

Sekian. Wallahua’lam bishawab.
Rontal
Rontal Rontal.id adalah media online yang memuat konten seputar politik, sosial, sastra, budaya dan pendidikan.

Post a Comment